Bertemu dengan willdurant.com mengingatkan aku dengan tahun pertamaku belajar di Akidah Filsafat F. Ushuluddin Tetouan (2001). Membolak-bolak balik buku-buku filsafat di tahun itu, mengantarkan aku ke buku Qishshat al-Falsafah, versi arab dari The Story of Philosophy karya Will Durant. Belakangan, di Perpustakaan Umum Tetouan, aku tertawan dengan buku besar berjilid-jilid: Qishshat al-Hadlarah yang juga versi arab dari The Story of Civilization karya tokoh filsafat Amerika ini. Belakangan aku baru tahu, kalau buku terakhir ini ditulisnya selama 50 tahun.
Di situsnya, Will Durant bercerita tentang keharusan kita untuk berkenalan dengan sebanyak mungkin peradaban, sebanyak mungkin ilmuwan dan sebanyak mungkin pengetahuan. Katanya, seseorang dibentuk oleh apa yang dia baca, dengan siapa dia berkenalan dan ke belahan bumi mana ia sempat berkunjung. Karya tokoh ini, mengingatkan kita akan kegigihan dan --pada saat yang sama-- kenikmatan menjadi seorang ilmuwan. Buku yang ditulis dengan penuh pengorbanan dan dierami dalam waktu lama, selalu saja menjadi karya abadi.
Bukankah kitab Muwaththa'-nya Imam Malik yang magnum opus-nya madzhab maliki itu ditulis selama 40 tahun? Bukankah Ibnu Sina, filosof Islam, pengarang setidaknya 276 buku itu, setiap malam begadang untuk belajar dan menulis buku? Bukankah Plato, guru Aristoteles itu, mengembara 28 tahun ke pusat-pusat peradaban di zamannya untuk mencari ilmu? Masih banyak deretan yang singkatnya hendak mengatakan bahwa untuk karya besar, kita mesti menyediakan nafas, kengototan, kesabaran dan ketekunan yang besar pula. Kecuali kalau kita hendak menjadi ilmuwan instan-karbitan yang ujung-ujungnya, mencari ilmu hanya untuk kepentingan perut semata!.
No comments:
Post a Comment