Friday, January 18, 2008

Jenius

Saya sangat bersyukur bertemu karya Alm. Dr. Ali al-Wardi, Sosiolog Irak : Khawaariq al-Laasyu'uur, Asraar as-Syakhshiyah an-Naajihah. Buku ini merubah hidup.

Tuesday, January 15, 2008

Lompatan Sejarah

Sejarah mengenal lompatan-lompatan. Titik perjalanan yang tidak mungkin kembali titik sebelumnya. Jarak waktu satu titik dengan titik baru bisa pendek, namun bisa juga panjang.

Tahun 1945, Bangsa Indonesia berhasil membuat lompatan sejarah: kemerdekaan Republik Indonesia. Tiga setengah abad lamanya perjalanan panjang yang menguras darah dan air mata ditempuh untuk mencapai titik lompatan ini. Inilah pintu gerbang emas yang memungkinkan bangsa kita menyulam mimpi masa depan yang lebih baik.

Tahun 1998, kembali bangsa kita membuat lompatan sejarah baru. Titik pijakan baru itu bernama demokrasi yang berhasil didesakkan oleh gerakan reformasi. Lebih dari setengah abad bangsa kita ditempa perjalanan sejarah untuk sampai pada kesadaran bahwa pijakan yang benar dari kebhinekaan bangsa kita adalah demokrasi yang jujur. Bukan demokrasi buatan yang dipaksakan oleh sekelompok elit. Inilah capaian yang betul-betul melegakan dan membuka jalan lempang bagi perwujudan bangsa yang betul-betul dimiliki oleh semua.

Tapi demokrasi saja ternyata tidak cukup, sebagaimana proklamasi kemerdekaan saja tidak cukup. Rakyat butuh kesejahteraan. Sejahtera spiritnya, sejahtera jiwanya, sejahtera badannya. Inilah titik masa depan yang harus dipijaki untuk sebuah lompatan sejarah baru bangsa kita.

Berapa lama? Lamanya tergantung kemampuan kita sebagai bangsa untuk menghapus korupsi, menyediakan pendidikan gratis sampai tingkat setinggi-tingginya, memberikan pelayanan kesehatan gratis untuk semua rakyat, menegakkan keadilan tanpa pandang bulu, menjadikan kepentingan rakyat sebagai dasar pertama kontrak-kontrak dengan pemilik modal asing, memeratakan sumber daya ekonomi ke seluruh penjuru negeri dan merawat sumber daya alam dengan bijaksana.

Barulah setelah itu, kita bisa berbicara tentang sumbangan peradaban bangsa Indonesia untuk masyarakat dunia. Setelah kita berhasil melompat dan memijakkan kita di titik kesejahteraan, barulah secara serius kita bisa menunjukkan bahwa Indonesia adalah bangsa besar dengan capaian besar di semua bidang kehidupan.

Perjalanan masih panjang. Kalau kita tidak mau jalan di tempat, ayolah kita bergegas menyambut masa depan, melompat ke titik yang lebih maju. Kalau para pemimpin memiliki kesadaran bersama bahwa tidak seorangpun dari mereka yang bisa hidup selamanya, maka berilah peran sejarah yang maksimal agar tuan-tuan semua dikenang baik oleh generasi yang akan membawa bangsa ini ke masa depan yang lebih baik.

Monday, January 14, 2008

Bohong

Apakah kebohongan yang diulang-ulang bisa menarik kepercayaan? Boleh jadi iya. Inilah mungkin keistimewaan Presiden Bush Jr.

Sudah lebih dari tujuh tahun ia menjanjikan negara Palestina merdeka dan sampai kini belum bisa diwujudkannya, tapi tetap saja ia berani menjanjikannya sebelum tutup tahun ini. Anehnya banyak yang percaya.

Ketika pertama kali menyerang Irak, ia beralasan karena Irak punya senjata pemusnah massal. Ketika alasan itu tidak terbukti, ia merubahnya dengan alasan karena rezim Saddam Hussein otoriter. Masih banyak juga yang mendukungnya.

Sekarang, dalam lawatannya ke beberapa negara teluk, ia berulang-ulang menyebut Iran sebagai ancaman keamanan kawasan dan dunia, padahal intelejen Amerika sendiri sudah memberi laporan kalau kegiatan nuklir Iran sudah dihentikan sejak 2003. Bush ngotot mempersiapkan kondisi untuk menyerang Iran.

Hebat sekali memang Presiden satu ini. Ia tetap percaya diri meski alasan legitimasi tindakan-tindakan pentingnya sering berubah-ubah. Untung saja, jabatannya akan berakhir di penghujung tahun ini.

Cukuplah dunia ini menderita karena perang yang tidak perlu.

Thursday, January 10, 2008

Faktor Kesejahteraan

“Indonesia’s success now depends on incremental changes rather than on the heart-stopping historical points of a decade ago”

Saya terkejut-senang mendapati berita tentang Indonesia di International Herald Tribune edisi Kamis, 10 Januari 2008. “As leaders move Indonesia forward, a repudiation of Suharto”, demikian judul artikel yang ditulis Seth Mydans.

Indonesia kini sudah menjadi negara yang benar. Ia telah berubah dari sangat sentralistik menjadi sangat desentralistik; melaksanakan pemungutan suara dalam satu dekade ini 3 kali di tingkat nasional dan lebih dari 300 kali di tingkat daerah; membuktikan bahwa Islam ternyata kompatibel dengan demokrasi; berhasil mengatasi gerakan separatisme, mengurangi penumpukan uang di jakarta ke tingkat yang sangat drastis untuk disebar ke daerah-daerah; memaksa pemerintah daerah untuk meningkatkan akuntabilitas; membalik angka pertumbuhan dari minus 13 % pada saat krisis menjadi lebih dari 6 %.

Mantan Duta Besar Amerika untuk Indonesia, Ralph Boyce menyebut pengalaman Indonesia ini sebagai “a good-news story in the region and in the world”.

Namun demikian, kabar baik ini masih cacat oleh karena faktor kesejahteraan rakyat yang masih rendah, angka pengangguran yang masih tinggi dan korupsi yang juga menyebar ke daerah-daerah. Sehingga yang dibutuhkan Indonesia sekarang bukanlah perubahan bersejarah yang sanggup menghentikan detak jantung, tetapi perbaikan terus menerus untuk menutupi bolong-bolong yang masih ada di sana-sini.

Terus terang, ada hawa segar yang dibawa oleh tulisan ini. Sebagai bangsa, kita patut berbangga karena berhasil melewati terpaan badai krisis yang hampir-hampir memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kita keluar dari krisis dengan kondisi yang semakin kuat saat ini. Demokrasi Indonesia menjadi paling maju jika dibandingkan negara-negara sekawasan yang bahkan sebagian masih jatuh bangun oleh kudeta.

Pemilihan langsung presiden-wakil presiden dan kepala-kepala daerah telah membuka lebar pintu partisipasi politik rakyat. Pesta demokrasi yang jujur dan adil telah membuka suara rakyat yang tersumbat selama puluhan tahun. Demokrasi bahkan berhasil mengakomodasi suara-suara yang selama ini meminta pemisahan diri dari Indonesia. Demokrasi yang stabil adalah modal sangat berharga untuk melanjutkan pembangunan negeri kita ke arah yang lebih baik.

Tinggal sekarang bagaimana menjadikan demokrasi itu tidak sekedar demokrasi prosedural dan hanya menguntungkan segelintir elit baik di pusat maupun di daerah-daerah, tetapi demokrasi substansial yang mensejahterakan sebanyak-banyaknya rakyat Indonesia. Inilah agenda prioritas siapapun yang memimpin Indonesia kini dan ke depan, agar demokrasi tidak kehilangan legitimasi dan relevansinya.

Agenda penyejahteraan rakyat artinya bagaimana memberikan kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia: menaikkan pendapatan 49 juta orang yang masih dibawah $ 2 per hari, menyediakan pekerjaan untuk puluhan juta penganggur, memberikan layanan kesehatan, air bersih, listrik dan pendidikan kepada banyak penduduk yang belum mengaksesnya.

Arahan presiden agar kabinetnya tetap fokus bekerja dan tidak terpengaruh suhu politik yang memanas kanena persiapan pemilu 2009 lantas menjadi relevan. Hasil penyejahteraan rakyat akan menjadi pembuktian apakah kepemimpinan SBY berhasil atau tidak selama satu priode ini. Jika berhasil, terbuka peluang baginya untuk kembali maju dengan senyum lepas di ajang Pemilu 2009.

Saya kira siapapun yang bersiap maju pada Pemilu 2009 sepakat akan agenda prioritas penyejahteraan rakyat. Tinggal perdebatannya nanti terletak pada detil bagaimana strategi dalam berapa lama waktu pencapaiannya. Rakyat akan semakin cerdas untuk memilih program mana yang dirasa paling mungkin berhasil meningkatkan kesejahteraan mereka.

Kalau semua pemimpin dari tingkat pusat sampai daerah-daerah serius memikirkan dan mengusahakan kesejahteraan rakyat, Indonesia bakal menjadi paling berpengaruh di antara negara-negara sekawasan dan menjadi pemain yang sangat diperhitungkan di tingkat dunia.

Wednesday, January 09, 2008

Tahun Baru Hijriyah

Selamat Tahun Baru 1429 H.
Semoga kondisi umat Islam semakin baik di tahun ini.

Monday, January 07, 2008

Obama

Bintang baru bersinar terang di jagat politik Amerika. Obama. Ya Barack Obama. Senator muda (46) yang disebut media sebagai berkharisma, punya senyum menawan dan orator ulung. "Harapan" dan "Perubahan" adalah dua kata yang diusungnya untuk memikat hati pemilih Amerika.

Hari-hari ini, sampai nanti puncaknya di Bulan November, dunia akan disuguhkan pentas menarik demokrasi Amerika. Banyak orang di dunia memperhatikannya karena Amerika, bagaimanapun, masih sangat mempengaruhi dunia.

Kalau nanti Obama terpilih menjadi presiden Amerika, maka ia memberikan banyak sekali inspirasi. Ia akan menjadi orang hitam pertama sebagai Presiden Amerika, masih relatif muda, tidak berasal dari keluarga yang sebelumnya berkuasa (sebagaimana Bush dan Clinton).

Harapan dan perubahan memang boleh menjadi milik siapa saja. Itulah indahnya demokrasi. Moga-moga saja dunia politik Indonesia segera melahirkan tokoh-tokoh segar yang betul-betul menjasadkan perubahan ke arah yang lebih baik, bukan hanya dalam kata-kata, tapi dalam tindakan dan kenyataan.

Bukankah demokrasi sudah bersemi dan menjadi kebanggaan baru di negeri kita, Indonesia tercinta?

Sunday, January 06, 2008

Alamaaak!

Apakah gerangan kata mahasiswa yang pada tahun 1998 lalu sampai mengorbankan nyawa mengusung kata sakti 'reformasi' ketika melihat Pak Harto dikelilingi hormat dan simpati para petinggi negeri ini?

Apakah gerangan yang terlintas di benak para pahlawan reformasi ketika Ketua DPR bilang bahwa kasus Pak Harto tidak usah diutak-atik?

Apakah gerangan 'gremengan' batin para buruh, petani, rakyat kecil yang ikut tumpah ke jalan memaksa Pak Harto berhenti jadi presiden tahun 1998 itu?

Alamaaak, terlihat sekarang betapa perubahan mendasar yang menjadi kepentingan bersama yang menggerakkan tuntutan reformasi itu belum terjadi. Terkoreksi sekarang, agenda-agenda besar reformasi yang diusung itu. Terlihat juga, siapa yang betul-betul menginginkan perbahan mendasar dan siapa yang menunggangi kata reformasi untuk mempertahankan batang tubuh kekuasaan lama yang dulunya, katanya, otoriter dan memeras darah dan keringat rakyat banyak.

Seingat saya, di antara tuntutan reformasi ketika itu adalah adili Suharto dan bubarkan Golkar. Tapi alih-alih mengadili Pak Harto dan membubarkan Golkar, justru para kader Pak Harto masih sangat berkuasa di negeri Indonesia tercinta.

Pantas saja kalau hampir sepuluh tahun Pak Harto lengser, bangsa kita masih terseok-seok buat mencerdaskan kehidupan bangsa, mensejahterakan rakyat dan menegakkan hukum tanpa pilih-pilih. Pantas saja kalau oligarki kekuasaan masih kasat mata di negeri kita. Pantas saja kalau malah ada pikiran agar demokrasi masuk kotak saja. Dan seterusnya-dan seterusnya.

Sementara dari sejak Pak SBY berkuasa, bencana alam tak henti menguji kesabaran rakyat kecil yang lama tidak diurus betul-betul kesejahteraannya. Sudah tak terbilang ongkos yang diminta; nyawa yang melayang, kerugiang uang yang bermilyar-milyar, jiwa-jiwa yang tergoncang, air mata yang tumpah bah dan trauma korban bercana yang diperhatikan serius hanya ketika bencana disorot media dan tidak terlalu penting nasibnya diperhatikan setelah sorotan media menjauh dan hingar-bingar cari popularitas selesai.

Sementara di ranah apa yang disebut sebagai kebanggaan negeri kita yaitu demokrasi dengan pemilihan langsung , uang bermilyar-milyar ditebar tak kenal kepantasan moral dan empati kepada rakyat miskin. Berani sekali calon-calon kepala daerah atau negara misalnya mengeluarkan uang bermilyar-milyar untuk merebut kekuasaan. Layakkah sebenarnya negara dan rakyat kita miskin dan tidak dapat pekerjaan di tengah begitu dermawannya sang calon dan derasnya uang mengalir demi merebut kursi kekuasaan?

Sampai berapa lama lagikah negeri kita salah urus dan salah arah? Sampai berapa lama lagikah rakyat bisa disuguhkan ketidakjujuran dan diatasnamakan demi kepentingan segelintir orang dalam lingkaran oligarki kekuasaan? Sementara alam terus-menerus memberi peringatan agar kita sebagai bangsa bertaubat dan kembali ke jalan yang benar.

Entah kepada siapa seruan pelurusan arah perjalanan bangsa dengan pemimpin-pemimpin yang jujur dan betul-betul berpihak kepada rakyat dan generasi Indonesia masa depan harus dialamatkan. Dalam situasi yang serba abu-abu dan ketidakjelasan identitas, siapa pembajak dan siapa pengabdi, seperti ini, suara penderitaan rakyat agar dibela betul-betul sulit harus dialamatkan dan dipercayakan kepada siapa.

Kelihatannya, mahasiswa dan kaum muda yang berlum terkontaminasi virus kekuasaan yang oligarkis perlu kembali merapatkan barisan dengan menutupi kekurangan gerakan 1998. Jangan biarkan lagi ada pembonceng di tengah jalan dan pahlawan kesiangan. Jangan biarkan lagi gerakan hanya mengusung ide besar tapi miskin konsep implementasi yang lebih riil di tingkat penyelenggaraan negara, kalau tidak mau gurita kekuasaan yang sudah dibangung orde baru selama puluhan itu kembali menjulur kemana-mana dan menguasai setiap jengkal kekuasaan di negeri ini.