Tidak baik menjalani hari-hari yang terlalu bising. Kebisingan sering mengikis kebeningan. Itulah sebabnya, banyak karya besar lahir dari penjara.
Pramoedya melahirkan karya-karya besarnya dari Pulau Buru. Aidl al-Qarni menulis 'La Tahzan'-nya di penjara. Antonio Gramsci matang secara intelektual dari penjara ke penjara. Ibnu Taimiyah melahirkan 'Fatawa'-nya di penjara. Sayyid Qutb menulis Tafsir Fi Dzilal al-Qur'an-nya, juga, di penjara. Mereka yang hendak melahirkan karya besar, banyak yang memilih 'memenjarakan' diri.
Imam Ghazali mengasingkan diri dari hiruk pikuk Ibu Kota Bagdad untuk kemudian melahirkan 'Ihya Ulumuddin'. Gandi 'memilih' penjara untuk berdialog secara bening dengan batinnya demi menggali hikmah. Lahirlah kemudian konsep-konsep perjuangan anti kekerasan-nya yang memerdekakan Bangsa India. Nadzim al-Jirs mendiktekan 'Qishat al-Iman'-nya di masjid yang 'memenjarakan'-nya untuk total bermunajat dengan Tuhan.
Kebeningan mata batin menjadi barang langka di tengah banjir bandang informasi dan gempita serbuan media di dunia tanpa sekat sekarang ini. Tontotan di layar TV lebih banyak mengeruhkan ketimbang membeningkan. Semboyan hidup dipaksa berubah dari 'al-baqa' lil ashlah' menjadi 'al-baqa' lil asra'. Bintang-bintang palsu di segala bidang terus diciptakan media: merusak dan membingungkan.
Aku jadi ingat Prof.Dr. Said Agil Munawwar. Berkaryalah ustadz! Banyak karya besar lahir dari penjara.
No comments:
Post a Comment