Harun Yahya menulis buku "Seni Merenung". Aku membaca versi Arab-nya berjudul "Fan at-Taammul".
Kalau pembaca buku ini jujur maka ia pasti tersentil oleh buku ini. Aku merasakan membacanya seperti minum Sprite di siang bolong saat kehausan, ada tusukan-tusukan kecil yang mengasyikkan di tenggorokan. Buku ini menyisakan tusukan-tusukan kecil di hati untuk membuatnya kembali sadar agar balik ke kebeningan awalnya.
Harun Yahya berbicara tentang laba-laba yang merajut jaringan terkuat di dunia sebagai kediamannya. Ia berbicara tentang nyamuk kecil yang mampu mengepakkan sayapnya dengan amat cepat dan desain yang membuatnya bisa bergerak ke segala arah dengan enteng. Satu desain yang kalau bisa diaplikannya pada teknologi pembuatan helikopter, maka ia akan menjadi amat sangat canggih.
Harun Yahya masih berbicara tentang banyak obyek lain yang sangat kita akrabi sebagai tema perenungan. Segala sesuatu, sebenarnya, kalau direnungkan, akan mengantarkan seseorang kepada penciptanya. Mengakui kemahabesaran-Nya dan mensyukuri karunia-karunia-Nya.
Aku jadi teringat dengan Ibnu Rusyd yang mengajukan teori 'ibda' (kreasi) sebagai perangkat argumentatif untuk membuktikan adanya Tuhan. Sebuah teori yang dengan memikat dijelaskan oleh Nadim al-Jisr dalam buku "Qisshat al-Iman"-nya.
Segala keteraturan, kedetailan, kecanggihan, keindahan, guna, yang terdapat pada segala makhluk di cakrawala ini dan relasi indah yang tertaut diantara mereka, tidak bakal ada tiba-tiba tanpa ada yang mengadakan dan mengaturnya. Dengan melongok ke dalam organ jasmaninya saja, seseorang yang jujur dan pintar merenung, pasti sampai pada Tuhan-nya. Maka biasanya, para ilmuan yang jujur pada ujungnya tidak kuasa untuk tidak mengakui ada kekuasaan luar biasa yang mengatur kerumitan, kecanggihan dan ketertataan jagat raya ini. Dan itulah Allah yang esa, berkuasa, penuh kasih, tiada sekutu bagi-Nya.
N.B: Anda bisa membaca karya-karya Harun Yahya di website-nya: www.harunyahya.com
No comments:
Post a Comment